Cileungsinews.id | Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jawa Barat III Muhammad Ismiransyah M Zain dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor Albert Rinus HSS mendampingi Wali Kota Bogor Bima Arya untuk melaporkan (Surat Pemberitahuan) SPT Tahunannya.
Meski lapor SPT Tahunan bisa dilakukan di mana saja, Bima Arya sengaja mengunjungi langsung KPP Pratama Bogor sebagai bentuk dukungan kepada KPP Pratama Bogor dalam melayani wajib pajak di Kota Bogor sekaligus memberi teladan kepada para wajib pajak untuk segera melaporkan SPT Tahunan.
Baca Juga:
Banyak Data Palsu di PPDB Jalur Zonasi, Pemkot Bogor Tunda Pengumuman Tingkat SMP
Sebelumnya, pada tanggal 4 Maret 2022 di Istana Bogor, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo telah lebih dahulu memberi teladan kepada seluruh wajib pajak dengan melaporkan SPT Tahunannya lebih awal melalui e-Flling.
“Saya mengimbau kepada seluruh ASN Kota Bogor, jajaran pemkot dan juga warga Bogor untuk menyampaikannya ( SPT Tahunan) paling lambat tanggal 31 Maret 2022 ini. Manfaatkan juga Proram Pengungkapan Sukarelaa (PPS) yang ada dalam rentang waktu 1 Januari 2022 sampai dengan 30 Juni 2022,” imbau Bima Arya usai menyelesaikan pelaporan SPT Tahunannya.
Dalam kesempatan ini Albert Rinus menyampaikan bahwa sampai dengan tanggal 17 Maret 2022 di KPP Pratama Bogor yang sudah melaporkan SPT Tahunan sebanyak 41.085 wajib pajak dari sekitar 404.000 wajib pajak yang terdaftar.
Baca Juga:
Kalah dari Sungai Penuh, Bungo Dipastikan Tersingkir dari Porprov Jambi XXII
“Tanggal 31 Maret batas akhir penyampaian, sehinga laporkan sesegera mungkin. Kami tidak hanya membuka layanan SPT di kantor kami Jalan H. Juanda, tapi juga membuka di mall, kantor kecamatan, KPPN Bogor dan juga di kantor pos,” katanya.
Ia berharap apa yang sudah dilakukan Wali Kota Bogor Bima Arya dapat menjadi panutan bagi semua warga untuk melaksanakan kewajibannya, yakni melaporkan SPT Tahunan.
Dalam kesempatan ini disampaikan informasi terkait Program Pengungkapan Sukarela (PPS).
PPS adalah pemberian kesempatan kepada Wajib Pajak untuk melaporkan/mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela melalui pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) berdasarkan pengungkapan harta.
Terdapat dua kebijakan dalam PPS yaitu pertama, Kebijakan I yang berlaku bagi Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan peserta Tax Amnesty tetapi tidak atau belum sepenuhnya mengungkapkan hartanya saat mengikuti program tersebut atas aset atau harta per 31 Desember 2015.
Kedua, Kebijakan II yang diberikan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi yang belum melaporkan hartanya pada SPT Tahunan Tahun 2020 atas harta yang diperoleh dari tahun 2016 sampai dengan 2020.
“Jika DJP menemukan keganjilan ataupun harta yang belum dilaporkan maka akan dilakukan tindakan sesuai dengan ketentuan. Tentu ada sanksi, baik sanksi administrasi, sanksi denda atau kenaikan,” pungkas Albert. [jat]